Pagi itu kondisi ibuku semakin memburuk karena kanker yang terus menggerogoti bagian payudaranya.
Aku yang sedang asyik bermain dengan sejumput batu seketika memerhatikan ban sepeda belakangku, "perasaan baru kemarin aku memompa ban ini, tapi kenapa sekarang ko kempes lagi" ucapku dalam hati.
Selang beberapa waktu aku pun mengatakan hal tersebut pada bapakku, "pak, ko ban sepedaku kempes lagi ya? padahal baru kemarin aku memompanya" ucapku kesal. Bapakku pun menghampiri dan memperhatikan sepedaku, "mungkin bannya bocor" ujarnya. Aku merasa kesal mendengarnya. Tapi di balik rasa kesalku, aku pun semakin tak tega melihat ibu yang sudah tak sadarkan diri.
Setelah dzuhur tiba-tiba bapakku berkata, "sepedanya anterin ke runah mamang gih biar dibenerin, nanti biar abangmu yang antar ya". Kemudian, aku pun menjawab "baik, pak". Aku dan Abang pun pergi menuruti perintah bapak, dengan membawa sepeda.
"Assalamu'alaikum, mang.. (suara kami sambil mengetuk pintu)
"Wa'alaikumussalam, eh teteh, aa ada apa?" tanya mamangku.
"ini sepeda si adik ban belakangnya bocor, kata bapak suruh dibenerin mamang." jelas abangku.
"Ohh, yaudah tunggu sebentar, mamang coba bongkar dulu." ucapnya.
"iya, mang" ucap kami.
Selang beberapa waktu setelah mamang memeriksa keadaan sepedaku, mamang pun menyuruh kami untuk membeli ban sepeda yang baru, dengan memberitahu ukuran dan kode-kode lainnya. Kami pun bergegas untuk membelinya menggunakan sepeda motor.
Sampailah kami di toko yang mamang maksud. Abangku pun memberitahukan apa yang telah dikatakan mamangku pada si penjual di toko tersebut. Kami pun bergegas untuk pulang. Tiba-tiba diperjalanan pulang turun hujan deras, secara tak sadar di belakang motor yg kami tumpangi, ada seorang bapak-bapak yang terus memanggil nama abangku (aku tak tau lersis siapa nama beliau, tapi aku biasa memanggilnya bapak Tia). Beliau meneriaki kami, "A, cepetan pulang kata bapak!" ucapnya dengan raut muka cemas. "emang kenapa? ada apa?" tanya abangku padanya. " sudahlah, pokonya cepat pulang". ucapnya agak keras.
Abangku semakin tak karuan saja mengendarai motor. Di atas jalan licin karena diguyur hujan deras, Abang ku berusaha untuk cepat sampai ke rumah.
Tibalah kami di rumah mamang. Mamang langsung menyuruh ku untuk pulang. Aku pun berlari. Namun di tengah perjalanan, aku mendengar suara pengumunan tanda orang meninggal melalui speaker masjid, aku berusaha meyakinkan kalo yang di umumkan tadi bukan tentang ibuku. Kemudian, aku berpapasan dengan beberapa anak kecil yang hendak memetik bunga, suruhan orang rumah, "Teteh, cepetan pulang Ibunya teteh sudah meninggal" ucap mereka. Aku semakin terpukul mendengar kabar itu, aku pun kembeli berlari semampuku.
Daaannn…setelah sampai di depan pintu rumah, orang-orang sudah berkerumun dan keluar masuk dengan kesibukannya. Aku lihat sosok ibuku sudah tak berdaya dan tertutupi oleh helaian kain. Aku syok melihatnya, seketika badanku ambruk hingga tak sadarkan diri.
Hampir satu jam aku tak sadarkan diri. Kemudian, aku mulai membuka mataku, orang-orang disekelilingku berusaha untuk terus menenangkanku. Aku termenung dan membisa, tak seucap kata pun terlontar dari mulutku. Aku, terus meyakinkan hatiku bahwa semua ini hanyalah mimpi buruk.
Namun percuma saja, takdir tetap berkata lain. Nyatanya, ibuku memang telah pergi meninggalkanku untuk selamanya. Karena Tuhan memang benar lebih menyayanginya. Aku harus ikhlas dan harus tetap kuat menghadapi semua ini.
Dan tak terasa, hari ini pun bertepatan dengan tanggal 01 Juni 2020 tepatnya dua belas tahun sudah aku hidup tanpa sosok ibu. Pahit manis kehidupan sudah aku rasakan tanpanya.
Aku bersyukur, Tuhan masih memberikanku nafas hingga saat ini. Tuhan masih memberikanku kekuatan dan kesabaran hingga saat ini. Dan aku bersyukur, Tuhan selalu hadirkan orang-orang baik dan sholeh-sholehah untuk menghiasi dan melengkapi cerita hidupku..
#Rindudiujungsendu